Minggu, 27 Februari 2011

Sejarah Hari Jum’at dan Keistimewaan Sholat Jum’at

Sejarah Hari Jum’at dan Keistimewaan Sholat Jum’at





Hari Jum’at adalah sayyidul ayyam. Artinya Jum’at mempunyai keistemewaan dibandingkan hari lain. Jika nama-nama hari yang lain menunjukkan urutan angka (ahad artinya hari pertama, itsnain atau senin adalah hari kedua, tsulatsa atau selasa adalah hari ketiga, arbi’a atau Rabu adalah hari keempat dan khamis atau kamis adalah hari kelima), maka Jum’at adalah jumlah dari kesemuanya.

Menurut sebagian riwayat kata Jum’at diambil dari kata jama’a yang artinya berkumpul. Yaitu hari perjumpaan atau hari bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah. Kata Jum’at juga bisa diartikan sebagai waktu berkumpulnya umat muslim untuk melaksanakan kebaikan –shalat Jum’at-.

Salah satu bukti keistimewaan hari Jum’at adalah disyariatkannya sholat Jum’at. Yaitu shalat dhuhur berjamaah pada hari Jum’at. -Jum’atan-. Bahkan mandinya hari Jum’at pun mengandung unsur ibadah, karena hukumnya sunnah.

Dalam Al-Hawi Kabir karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan sunnahnya mandi pada hari Jum’at. Meskipun sholat Jum’at dilaksanakan pada waktu sholat dhuhur, namun mandi Jum’at boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Salah satu hadits menerangkan bahwa siapa yang mandi pada hari Jum’at dan mendengarkan khutbah Jum’at, maka Allah akan mengampuni dosa di antara dua Jum’at.

Oleh karena itu, baiknya kita selalu menyertakan niat setiap mandi di pagi hari Jum’at. Karena hal itu akan memberikan nilai ibadah pada mandi kita. Inilah yang membedakan mandi di pagi hari Jum’at dengan mandi-mandi yang lain.

Empat Puluh Orang
Shalat Jum’at -Jum’atan- bisa dianggap sebagai muktamar mingguan –mu’tamar usbu’iy- yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari Jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan.

Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban. Dalam kehidupan desa Jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.

Begitu pula dalam lingkup perkotaan, Jum’atan ternyata mampu menjalin kebersamaan antar karyawan. Mereka yang setiap harinya sibuk bekerja di lantai enam, bisa bertemu sesama karyawan yang hari-harinya bekerja di lantai tiga dan seterusnya.

Kebersamaan dan silaturrahim ini tentunya sulit terjadi jikalau Jum’atan boleh dilakukan seorang diri seperti pendapat Ibnu Hazm, atau cukup dengan dua orang saja seperti qaul-nya Imam Nakho’i, atau pendapat Imam Hanafi yang memperbolehkan Jum’atan dengan tiga orang saja berikut Imamnya.

Oleh sebab itu menurut Imam Syafi’i Jum’atan bisa dianggap sah jika diikuti oleh empat puluh orang lelaki. Dengan kat lain, penentuan empat puluh lelaki sebagai syarat sah sholat Jum’at oleh Imam Syafi’i memiliki faedah yang luar bisa.

Hal ini membuktikan betapa epistemogi aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- yang dipraktikkan oleh Imam Syafi’i selalu mendahulukan kepentingan bersama. Kebersamaan dan persatuan umat dalam pola pikir aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya dalam ranah aqidah dan politik saja, tetapi juga dalam konteks ibadah. (Ulil Hadrawi)

Ada’, Qadha' dan I’adah dalam Shalat

Ada’, Qadha' dan I’adah dalam Shalat

Sebagaimana firman Allah bahwa shalat bagi orang mukmin adalah kewajiban yang waktunya sudah ditentukan. Orang mukmin sendiri dalam menjalankan kewajiban itu terkadang karena suatu hal yang sangat mendesak tidak dapat menjalankan sesuai alokasi waktu yang ditentukan syariat. Dari sinilah kemudian muncul istilah ada’, qadha’ dan i’adah.

Dalam pengertiannya shalat ada diartikan dengan menjalankan shalat dalam batas waktu yang telah ditentukan. Termasuk dalam ‘ada menurut madzhab Hanafiyah apabila seseorang mendapatkan kira-kira sekedar takbiratul ihram di akhir waktu shalat. Sementara Syafi’iyyah berpendapat bahwa seseorang itu shalat ‘ada apabila mendapatkan satu rakaat sebelum berakhir waktunya.

Sedangkan qadha’ diartikan dengan melaksanakan shalat di luar waktu yang ditentukan sebagai pengganti shalat yang ditinggalkan karena unsur kesengajaan, lupa, memungkinkan atau tidak memunginkan dalam pelaksanaan shalat tersebut.

Ditinjau dari sisi hukum, sebenarnya antara qadha’ dan ada’ adalah sama, yaitu sma-sama wajib sebagaimana diungkapkan al-Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya, fawatikhu rakhamut bahwa kewajiban itu ada dua yaitu ada’ dan qadha’. Hanya saja pelaksanaan dan nilainya yang berbeda. Yang satu dilaksanakan tepat waktu, yang satu tidak tepat waktu, sehingga berdosa. Tetapi terlepas berdosa atau tidak, qadha’ adalah tindakan indisipliner yang akan mengurangi nilai seorang hamba dengan Tuhannya.

Lalu bagaimana dengan i’adah?
Menurut istilah para fuqaha, ‘iadah diartikan dengan menjalankan shalat yang sama untuk keduakalinya pada waktunya atau tidak. Karena dalam shalat yang pertama terdapat cacat atau ada shalat kedua yang lebih tinggi tingkat afdhaliyahnya.

Shalat i’adah ada yang wajib, tidak wajib dan sunnah. I’adah yang wajib diantaranya apabila seseorang tidak menemukan atau memiliki sesuatu yang mensucikan untuk bersuci (air, debu). Dalam kondisi waktu yang terbatas, ia tetap wajib shalat meski tidak bersuci dan kemudian wajib ‘iadah pada waktu yang lain setelah mendapatkan sesuatu yang bisa dipergunakan untuk bersuci. Hal ini mengingat bersuci adalah syarat shalat. (Fawatikhu Rakhamut: I, 36, Al-Majmu’: 3, 132)

Contoh lain apabila seseorang shalat tidak menghadap kiblat meskipun telah berijtihad kecuali ijtihad itu dengan melaksanakan shalat keempat arah. (al-Majmu’: III, 304). Begitu pula dengan seseorang yang melaksanakan shalat tanpa mengetahui waktu, maka wajib i’adah sebagaimana disampaikan Qadhi Abu Thoyyib dan Abu Hamid al-Ghazali.

Adapun yang tidak wajib i’adah seperti seorang yang tanpa menutup sebagian atau seluruh aurat karena memang tidak punya sama sekali. Sedangkan yang sunnah i’adah adalah apabila ada shalat kedua yang lebih afdhal, seperti orang yang sudah shalat sendirian atau berjama’ah. Kemudian dalam waktu yang tidak lama ada jamaah yang lebih banyak, maka ia disunahkan i’adah mengikuti jama’ah yang kedua.

Dengan demikian, shalat i’adah tidaklah seperti shalat ada’ atau qadha’. Pertama, i’adah tidak berfungsi menggantikan shalat sebelumnya, karena pada prinsipnya shalat yang pertama adalah shalat yang sah. Kedua, i’adah ada yang wajib dan ada yang sunah. Hal ini tidak seperti ada’ dan qadha’ yang keduanya sama-sama wajib. Ketiga, shalat i’adah yang belum dilaksanakan, karena pelakunya keburu meninggal dunia, misalnya tidak akan dituntut seperti shalat qadha’ yang belum dilaksanakan.

(KH.MA. Sahal Mahfudh, dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat), Surabya: Ampel Suci dan LTN PWNU Jawa Ti

Sabtu, 11 Desember 2010

Rahasia dibalik Sholawat

Bismillah Alhamdulillah Wasshalatu wassalamu 'ala Rasulillah wa 'alaa alihi wa ashabih ajma'in.

Wa ba'du.

Sekilas pandang Shalawat,dzikir dan Al-quran yang kita baca selama ini tidak menghasilkan apa-apa. kita baca ataupun tidak nggak ngefek di alam nyata.Jangan anggap Shalawat, Dzikir dan Al-quran yang kita baca tidak ada hasilnya. Amalan ini secara nyata memberikan faidah yang sangat besar dalam kehidupan kita sehari-hari.

Anggapan seperti diatas itu karena kita kurang memahami arti dan kedalaman ma'na dzikir yang kita baca. Terutama keminiman pengetahuan kita tentang Asrar/rahasia besar dibalik SHALAWAT atas Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam. hendaknya kita kita belajar memahami kandungan Shalawat, Dzikir, dan Al-quran yang kita baca walau melalui buku-buku terjemah baik dari bahasa Inggris, jerman, Mandarin, Indonesia silahkan ,agar kita dapat menjiwai, mendalami dan menyelami kedalaman ma'nanya. Insya Allah dengan mengetahuinya kita bisa semakin semangat untuk meraih semua hikmah, dan fawaid shalawat atas rasul shallallahu 'alaihi wa sallam.amin

ibadah lisan dan hati yang paling indah dan elok adalah berShalawat, membaca Al-quran dan berdzikir. Untuk lebih dalamnya mari kita tengok sebagian hikmah dari bershalawat:

1- Mendapat kedudukan yang dekat dengan Rasulullah SAW.
"Barang siapa paling banyak membaca shalawat atasku, maka dialah yang paling dekat denganku kedudukannya" Sunanul kubro lil baihaqi.

Subhanallah Rasulullah adalah rasul yang paling mulia, berarti jika mendapat kedudukan yang dekat dengan Rasulullah adalah kedudukan yang sangat diharapkan oleh semua ummat.semoga kita tergolong dalam hadits ini allahumma Amin.

2- Rahmat dari Allah. Rahmat dari Allah adalah kasih sayang dari-Nya dan allah memujinya dihadapan para malaikat.
dalam riwayat imam Muslim :"Barang siapa bershalawat atasku satu kali maka allah akanbershalawat atasnya sepuluh kali".

Betapa ni'mat dan damainya diri kita dengan sekali bershalawat maka Allah akan membalut tubuh kita dengan sepuluh rahmatnya ini adalah anugera besar dari Allah...mari kita berlomba-lomba meraihnya...

3- Bersama-sama dengan Allah dan para malaikat dalam hal bershalawat atas Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.dalam QS:al ahzab:56:

"Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nyabershalawat untuk Nabi, Hai Orang-orang yang berIman"bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya"

Allah, para Malaikat bershalawat kita juga ikut bershalawat bersama Allah dan Para Malaikat-malaikat Allah.

4-mendapat Syafaat/pertolongan.Dalam riwayat Atthabrani:

"Barang siapa membacakan shalawat atasku sepuluh kali diwaktu pagi dan sepuluh kali diwaktu sore maka dia akan mendapatkan syafaatku dihari kiyamat"

kondisi dihari kiyamat sangatlah membingungkan bukan hanya kita para nabi dan rasul saja tidak mampu berbuat apa-apa.bagaimana dengan kita maka harapan satu-satunya adalah Syafaat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

5- Obat yang manjur dan doa yang terkabul
.jika doa kita dalam meminta kesehatan dibalut dengan Shalawat maka doa kita tidak akan pernah ditolak oleh Allah. Tidak sedikit Orang-orang Soleh yang doanya mustajab dan ketika ditanya "apa rahasianya?"jawabnya adalah perbanyak Shalawat atas Rasul SAW


dalam Jami attirmidzi:"Doa akan terhenti diantara lagit dan bumi,tidak naik darinya sedikitpun hingga kamu bacakan shalawat atas Nabimu"

bisa disimpulkan Shalawat sebagaimana habbatu assauda' yaitu obat dari segala penyakit.bisa dicoba pasti terbukti.

6- Semakin dikenal oleh Rasulullah SAW karena shalawat kita dalam selalu disampaikan kepada beliau SAW.
"Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah bershalawat atas ku dihari itu. karena Shalawat kalian dihadapkan/haturkan kepadaku. Sahabat berkata:"Yaa Rasulallah Bagai mana mungkin shalawat kami di sampaikan kepada baginda sedangakan tubuh baginda telah hancur-lebur?".Rasulullah bersabda :"sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi atas jasad para Nabi".

Hadits riwayat Abidawud, Annasa'i, Ibnu majah , Ibnu Huzaimah,ibnu Hibban Radiyallahu 'anhum ajma'in.

Semoga denga shalawat Rasul semakin mengenal kita, rindu kepada kita dan semoga Allah memberi kita rizqi Ziyarah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan selamat lahir dan batin setiap tahun , sebagai wujud rindu kita kepada Rasul terCINTA amin amin Yaa rabbal "alamin

5- Terbukanya pintu Rizqi dan Ampunan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.berapa kali kita bershalawat atas Rasul SAW?...tidak terbatas. bahkan seorang mursyid dari Magrib saat ditanya "bagaimana dengan Muridul ahkhirah yang tidak menemukan mursyid di negaranya"beliau menjawab "Shalawat adalah MURSYIDUN LIMAN LAA MURSYIDA LAHU/ petunjuk bagi orang yang tidak menemukan penunjuk."dengan ber shalawat kita akan mengenal Rasul, Meniru akhlak Rasul dan meniru akhlak RASul Shallallahu 'alaihi wasallam adalah sebaik-baik TORIQOH/jalan menuju surga.

dalam sebuah Hadits:

Ubay bin Ka’ab meriwayatkan: Bila telah berlalu sepertiga malam Rasulullah saw berdiri seraya bersabda," Wahai manusia, berdzikirlah mengingat Allah, berdzikirlah mengingat Allah. Akan datang tiupan (sangkakala kiamat) pertama kemudian diiringi tiupan kedua. Akan datang kematian dan segala kesulitan yang ada di dalamnya."
Berkata Ubay," Wahai Raulullah, aku memperbanyak bershalawat atasmu, lantas berapa kadar banyaknya shalawat yang sebaiknya aku lakukan?"
Beliau saw menjawab," Berapa banyaknya terserah padamu."
Ubay berkata," Bagaimana kalau seperempat (dari seluruh doa yang aku panjatkan)?"
Beliau menjawab," Terserah padamu. Tetapi jika engkau menambah maka akan lebih baik lagi."
Ubay berkata," Bagaimana jika setengah?"
Beliau saw menjawab," Terserah padamu, tatapi jika engkah menambah maka akan lebih baik lagi."
Ubay berkata," Bagaimana jika duapertiga?"
Beliau saw menjawab,"Terserah padamu, tetapi jika engkau menambah maka akan lebih baik lagi."
Ubay berkata," Kalau demikian maka aku jadikan seluruh doaku adalah shalawat untukmu."
Bersabda Nabi saw," Jika demikian halnya maka akan tercukupi segala keinginanmu dan diampuni segala dosamu."

Wallahu a'lam bisshowab

"Mengintip Neraka"

Bismillah Alhamdulillah Wa Asshalatu Wassalamu 'ala Rasulillah Wa'ala Alihi wa Ashabihi wa man waalah

Wa Ba'du

Api begitu indah untuk dijadikan mainan, semisal kembang api yang sering kita mainkan di pesta-pesta dan hari besar. Begitu juga dengan lilin-lilin kecil yang kaya akan warna dan polanya...
yaa..... namanya juga Api kiecil jadi kawan besar jadi lawan.

Berbagai logam yang kita manfaatkan ternyata untuk membentuknya pun juga menggunakan Api. Mobil yang setia mengantarkan kita kePasar, kantor, sekolah juga dibentuk dengan menggunakan Api, saking pentingnya api sampai-sampai untuk mengisi perut saja kita membutuhkan Api.hehehehe...

Sepanas apapun api yang ada dimuka bumi ini, walaupun mampu mencairkan Baja dan Besi, masih tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan panasnya Api Neraka. sebagaimana dalam sebua Riwayat hadits

"Api kalian ini, yang telah dinyalakan oleh anak Adam adalah sebagian dari 70 kali lipat(panasnya ) Api Neraka".

Tak terbayangkan betapa pedih dan panasnya kalau percikan Api neraka sampai menyentuh kulit kita yang lembut ini.... apa lagi sampai menjadi penghuni NERAKA(wal'iyadzu billah/na'udu billahi min dzalik).

Suatu gambaran dahsyatnya Api Neraka digambarkan dalam surat Al-Fii "dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar (di Neraka Jahannam). lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)."
betapa panas batu-batu itu sehingga manusia dan gajah hancur dan tak tersisa sebagai mana daun dimakan ulat....

Sebagian nama-nama tempat di Neraka:

-Wail : Nama Jurang diJahannam, membutuhkan waktu 40 tahun untuk menjatuh sampai ke dasarnya saking begitu dalamnya...

-samum,hamim,Laa Barid wa laa kariim :dalam surat Al waqiah " Dalam siksaan angin yang sangat panas dan cairan panas yang mendidih. Dan dalam naungan asap yang hitam . Tidak sejuk dan tidak mengenakkan"

betapa menyakitkan dan membosankan kemana kita maulari dan menghindar...????

-Al-Falaq : Nama ruang tahanan didalam Neraka Jahannam. menurut riwayat Ibnu Abbas dan Ka'b.

-Almansaa : Luban/Sumur dineraka untuk peminum minuman yang memabukkan....Akal adalah anugrah jangan dirusak dan jangan disia-siakan...

-Thinatu Al-Khobaal dan Haudu al-Khobal :keringat Ahli neraka dan Nanah mereka jika mereka kehausan akan diminumkan cairan ini (na'udu billahi min dzalik)sebagai mana dalam riwayat Bukhori dan Abi Zannad .

-Jubbu alhuzn : Tempat siksaan untuk orang-orang yang suka pamer / riya'.

Dalam kitab Attadzkirah nya Imam alqurtubby disebutkan :

"Sesungguhnya tepi Jahannam seperti tepi laut, (hanya saja) Terdapat binatang-binatang buas. Ular, Kala jengking yang besarnya seperti bighal (Blesteran keledai dan kuda). ketika penghuni neraka sampai ditepi, maka hewan-hewan ganas ini menyerang mata, mulut dan menguliti/mencabik-cabik tubuh mereka. ketika mereka menjerit Annar, Annar ,Annar...(kembalikan aku keneraka), merekapun dilemparkan kedalam neraka lagi dan disiram segingga tubuhnya mengelupas dan tampaklah tulang belulang mereka".(intaha/selesai)

Betapa sedih dan susah hati penghuni neraka...
Dlm Qs 22/alhajj Ayat 22:
"Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscahya mereka dikembalikan kedalamnya. (kepada mereka dikatakan ):"Rasakanlah adzab yang membakar ini".

Ini adalah sekelumit gambaran kehidupan dineraka...
Semoga kita menjauhi semua larangan-larangan Allah ...
melakukan perintah-Nya dan mengikuti sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. amin.

-dalam riwayat Abu Huraira:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"tidak akan masuk neraka kecuali Assyaqi/Orang yang celaka , siapakah Assyaqi itu yaa Rasulallah?..beliau menjawab:"Orang yang tidak mau taat kepada Allah dan tidak mau meninggalkan kema'siatan"(riwayat Ibnu majah dalam Kitabuzzuhudi.

Allah dengan kasih sayang-Nya telah mengutus Rasul-Nya sebagai Rahmatan Lil'alamin. Menunjukkan jalan yang Lurus, Ni'mat dan penuh manfaat... Kasih sayang Allah terbuka lebar-lebar kepada siapa lagi kita kembali????... Kepada siapa kita mintak pertolongan????... Yaa Allah kami kembali kepada-Mu....

Wallahu a'lam bisshawab.

Kota Makkah, dimana pada zaman kuno terletak di garis lalu lintas perdagangan antara Yaman (Arabia Selatan) dan Syam dekat Laut Tengah, yang keduanya telah mencapai peradaban cukup tinggi. Dipandang secara geografis, kota lembah tersebut hampir terletak di tengah-tengah jazirah Arabia , salah satu kota penting yang menghubungkan jalur strategis pada masanya. Sedangkan kota Yatsrib -- yang kemudian berganti nama menjadi Madinah -- sejak zaman dahulu merupakan stasiun perdagangan yang juga penting, dimana kota tersebut terletak diantara lalu lintas Makkah menuju Syiria. Pembahasan historis dan etimo-terminologis menyebutkan bahwa peristiwa hijrah Sang Nabi saw. dari Makkah menuju Madinah, dari sekian makna yang ada -- disana, pada lima belas abad yang silam -- telah menorehkan salah satu catatan penting bagi umat ini, catatan yang mengajarkan sikap untuk tidak pernah berhenti dalam berjuang menyampaikan pesan agung kebenaran Islam ke seluruh alam semesta. Ketika dakwah Sang Nabi saw. mendapat tekanan, perlawanan, dan bahkan ancaman fisik. Dan ketika semangat gerak perjuangan menyampaikan risalah agung Tuhan dihadang, dihalang, dan berusaha untuk dipadamkan. Maka, sejarah mengajarkan kepada umat pilihan ini, umat terbaik, agar tidak pernah tinggal diam, pasrah pada keadaan yang menyulitkan. Akan tetapi, seharusnya umat ini terus bergerak, berperan sebagai manusia yang tak pernah berputus asa. Sesungguhnya agama, berpegang teguh dan membelanya, dengan berbagai media yang dapat ditemukan dalam celah realita, hal itu merupakan asas utama membangun suatu kekuatan yang tangguh, dan benteng yang kokoh untuk menjaga, membela, atau melindungi hak yang kita miliki dari harta benda, kedaulatan negara, kemerdekaan, dan kemuliaan harga diri. Bermula dari pijakan prinsip ini, kita mesti menyadari bahwa sunnatullâh di alam semesta sepanjang sejarahnya memperlihatkan bahwa kekuatan maknawi hampir selalu bersandingkan kekuatan materi. Tidak bersandar penuh kepadanya, namun tidak juga meniadakannya sama sekali. *** Bila kita tahu bahwa hidup yang lapang bahagia, nyaman, dan damai sentosa, dianugerahkan bagi orang-orang yang bersuka cita dan mereka yang mengikuti jejak takwa, hanyalah kehidupan surga; dan bahwa jalan yang harus ditempuh adalah beramal saleh sampai ajal menjelang tiba, sebagai suatu nilai hidup husnul khâtimah. Maka beramal sebanyak mungkin, sebatas kemampuan, dan berusaha ihsân dalam menjalaninya adalah konsekuensi sesudah memahaminya. Ihsân bermakna optimal dengan tanpa cenderung melakukannya seketika, secara tiba-tiba, mendorong dengan keras, bahkan euphoria, atau malah cenderung santai, bermalas-malasan, tak bergairah. Karena yang demikian itu akan menjadi sebab bagi terhentinya seluruh amal yang seharusnya dilakukan. Tatkala himmah dalam diri mulai melemah, gerakkan aktivitas ibadah kita, tetaplah beramal. Kobarkan nyalanya bila kian meredup. Bangkitlah kembali meski harus tertatih-tatih. Bergelombanglah jangan surut menepi. Bergeraklah, karena diam berarti mati! Bukankah hidup manusia teridentifikasi dengan napas, denyut nadi, dan degup jantung. Dan bukankah semua itu adalah gerak? Bahkan semesta ini seluruhnya adalah gerak. Dari mikrokosmos sampai makrokosmos semua berada pada kesinambungan gerak proton dan neutron dalam setiap partikelnya. Sebagaimana gerak putaran bumi, bulan, dan matahari pada porosnya. Sebagaimana kinerja bintang-bintang dari ledakan nova hingga supernova. Semua berputar, bergerak, bertasbih dengan bahasa tubuhnya sendiri-sendiri. Seperti kalbu baginda Nabi saw., tanâmu 'aynâhu wa lâkin lâ yanâmu qalbuhu. Allah Sang Pencipta tak akan pernah 'jenuh' menerima amal-amal hamba-Nya, sehingga hamba sendirilah yang lebih dahulu merasa jenuh. Sedangkan amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinu, langgeng, istiqomah meskipun itu sedikit. Maka bersemangatlah dalam beramal, sebatas kemampuan, hingga tak terasa suntuk, jenuh, dan bosan dalam beribadah. Lalu merasa rehat, santai, atau malas saat meninggalkannya, menjadi sebab terhentinya aktivitas utama sebagai seorang hamba. Lelah ketika beramal untuk akhiratnya. Kemampuan manusia tentulah berbeda-beda. Bila baginda Nabi saw. mampu melakukan qiyâm al-lail hingga kedua kaki beliau merasa keletihan. Dan Imam Ali Zainal Abidin ra. mampu melakukan shalat sunnah dalam sehari semalam seribu raka'at. Juga dikisahkan bahwa Imam al-Junaid ketika masuk ke dalam kedainya, ia memasang tirai lalu melakukan shalat empat ratus raka'at. Tentu semua itu sangat menakjubkan. Kita tetaplah berharap agar mencapai maqam tersebut, tak usah patah semangat, namun jangan lupa batas kemampuan untuk memulainya. Di penghujung segala harap dan cemas dalam beribadah, ingatlah akan kehidupan abadi, istana-istana mewah di taman indah surgawi, dan ingatlah akan tujuan tertinggi, puncak kenikmatan yang tak tertandingi, menatap "Wajah Agung Ilahi". Maka sebagai langkah awal, mulailah dari batas kemampuan yang dimiliki saat ini. Mungkin saat kita bergerak, bertahan di poros semangat yang ada, saat itulah daya magnet ruhani dalam diri mulai terkumpul. Bermula dari gerakan yang teratur, berkesinambungan, sampai akhirnya menjadi adat kebiasaan yang tetap, dan akan terasa berat bila ditinggalkan lagi. Wallâhul muwaffiq! فَهِجِ الأَعْمَالَ إِذَا رَكَدَتْ فَإِذَا مَا هِجْتَ إِذًا تَهِجِ "Maka gerakkanlah amal perbuatan bila diam terhenti, engkau bergerak berarti engkau bangkit kembali!" (Imam Abul Fadl Yusuf al-Tauzary dalam Kasidah al-Munfarijah) Kota Makkah, dimana pada zaman kuno terletak di garis lalu lintas perdagangan antara Yaman (Arabia Selatan) dan Syam dekat Laut Tengah, yang keduanya telah mencapai peradaban cukup tinggi. Dipandang secara geografis, kota lembah tersebut hampir terletak di tengah-tengah jazirah Arabia , salah satu kota penting yang menghubungkan jalur strategis pada masanya. Sedangkan kota Yatsrib -- yang kemudian berganti nama menjadi Madinah -- sejak zaman dahulu merupakan stasiun perdagangan yang juga penting, dimana kota tersebut terletak diantara lalu lintas Makkah menuju Syiria. Pembahasan historis dan etimo-terminologis menyebutkan bahwa peristiwa hijrah Sang Nabi saw. dari Makkah menuju Madinah, dari sekian makna yang ada -- disana, pada lima belas abad yang silam -- telah menorehkan salah satu catatan penting bagi umat ini, catatan yang mengajarkan sikap untuk tidak pernah berhenti dalam berjuang menyampaikan pesan agung kebenaran Islam ke seluruh alam semesta. Ketika dakwah Sang Nabi saw. mendapat tekanan, perlawanan, dan bahkan ancaman fisik. Dan ketika semangat gerak perjuangan menyampaikan risalah agung Tuhan dihadang, dihalang, dan berusaha untuk dipadamkan. Maka, sejarah mengajarkan kepada umat pilihan ini, umat terbaik, agar tidak pernah tinggal diam, pasrah pada keadaan yang menyulitkan. Akan tetapi, seharusnya umat ini terus bergerak, berperan sebagai manusia yang tak pernah berputus asa. Sesungguhnya agama, berpegang teguh dan membelanya, dengan berbagai media yang dapat ditemukan dalam celah realita, hal itu merupakan asas utama membangun suatu kekuatan yang tangguh, dan benteng yang kokoh untuk menjaga, membela, atau melindungi hak yang kita miliki dari harta benda, kedaulatan negara, kemerdekaan, dan kemuliaan harga diri. Bermula dari pijakan prinsip ini, kita mesti menyadari bahwa sunnatullâh di alam semesta sepanjang sejarahnya memperlihatkan bahwa kekuatan maknawi hampir selalu bersandingkan kekuatan materi. Tidak bersandar penuh kepadanya, namun tidak juga meniadakannya sama sekali. *** Bila kita tahu bahwa hidup yang lapang bahagia, nyaman, dan damai sentosa, dianugerahkan bagi orang-orang yang bersuka cita dan mereka yang mengikuti jejak takwa, hanyalah kehidupan surga; dan bahwa jalan yang harus ditempuh adalah beramal saleh sampai ajal menjelang tiba, sebagai suatu nilai hidup husnul khâtimah. Maka beramal sebanyak mungkin, sebatas kemampuan, dan berusaha ihsân dalam menjalaninya adalah konsekuensi sesudah memahaminya. Ihsân bermakna optimal dengan tanpa cenderung melakukannya seketika, secara tiba-tiba, mendorong dengan keras, bahkan euphoria, atau malah cenderung santai, bermalas-malasan, tak bergairah. Karena yang demikian itu akan menjadi sebab bagi terhentinya seluruh amal yang seharusnya dilakukan. Tatkala himmah dalam diri mulai melemah, gerakkan aktivitas ibadah kita, tetaplah beramal. Kobarkan nyalanya bila kian meredup. Bangkitlah kembali meski harus tertatih-tatih. Bergelombanglah jangan surut menepi. Bergeraklah, karena diam berarti mati! Bukankah hidup manusia teridentifikasi dengan napas, denyut nadi, dan degup jantung. Dan bukankah semua itu adalah gerak? Bahkan semesta ini seluruhnya adalah gerak. Dari mikrokosmos sampai makrokosmos semua berada pada kesinambungan gerak proton dan neutron dalam setiap partikelnya. Sebagaimana gerak putaran bumi, bulan, dan matahari pada porosnya. Sebagaimana kinerja bintang-bintang dari ledakan nova hingga supernova. Semua berputar, bergerak, bertasbih dengan bahasa tubuhnya sendiri-sendiri. Seperti kalbu baginda Nabi saw., tanâmu 'aynâhu wa lâkin lâ yanâmu qalbuhu. Allah Sang Pencipta tak akan pernah 'jenuh' menerima amal-amal hamba-Nya, sehingga hamba sendirilah yang lebih dahulu merasa jenuh. Sedangkan amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinu, langgeng, istiqomah meskipun itu sedikit. Maka bersemangatlah dalam beramal, sebatas kemampuan, hingga tak terasa suntuk, jenuh, dan bosan dalam beribadah. Lalu merasa rehat, santai, atau malas saat meninggalkannya, menjadi sebab terhentinya aktivitas utama sebagai seorang hamba. Lelah ketika beramal untuk akhiratnya. Kemampuan manusia tentulah berbeda-beda. Bila baginda Nabi saw. mampu melakukan qiyâm al-lail hingga kedua kaki beliau merasa keletihan. Dan Imam Ali Zainal Abidin ra. mampu melakukan shalat sunnah dalam sehari semalam seribu raka'at. Juga dikisahkan bahwa Imam al-Junaid ketika masuk ke dalam kedainya, ia memasang tirai lalu melakukan shalat empat ratus raka'at. Tentu semua itu sangat menakjubkan. Kita tetaplah berharap agar mencapai maqam tersebut, tak usah patah semangat, namun jangan lupa batas kemampuan untuk memulainya. Di penghujung segala harap dan cemas dalam beribadah, ingatlah akan kehidupan abadi, istana-istana mewah di taman indah surgawi, dan ingatlah akan tujuan tertinggi, puncak kenikmatan yang tak tertandingi, menatap "Wajah Agung Ilahi". Maka sebagai langkah awal, mulailah dari batas kemampuan yang dimiliki saat ini. Mungkin saat kita bergerak, bertahan di poros semangat yang ada, saat itulah daya magnet ruhani dalam diri mulai terkumpul. Bermula dari gerakan yang teratur, berkesinambungan, sampai akhirnya menjadi adat kebiasaan yang tetap, dan akan terasa berat bila ditinggalkan lagi. Wallâhul muwaffiq! فَهِجِ الأَعْمَالَ إِذَا رَكَدَتْ فَإِذَا مَا هِجْتَ إِذًا تَهِجِ "Maka gerakkanlah amal perbuatan bila diam terhenti, engkau bergerak berarti engkau bangkit kembali!" (Imam Abul Fadl Yusuf al-Tauzary dalam Kasidah al-Munfarijah)